About Me
Senin, 05 Januari 2015
Minggu, 21 Desember 2014
Jumat, 12 Desember 2014
Soroh Lontar
|
Jenis
Jenis Lontar
|
|||||||||||||||
|
Pokok-pokok ajaran Ketuhanan yang
termuat dalam pustaka suci Veda dan Upanisad seperti yang diuraikan di atas
ditulis kembali ke dalam lontar-lontar di Bali dengan menggunakan aksara
Bali. bahasa Sansekerta-kepulauan, bahasa Jawa Kuna maupun bahasa Bali.
Lontar-lontar tersebut tersimpan dan terpelihara di Bali dalam jumlah yang cukup banyak, tersebar di berbagai tempat. Tempat-tempat tersebut seperti misalnya di: Gedong Kirtya Singaraja. Perpustakaan Universitas Udayana Denpasar, Perpustakaan Universitas Hindu Dharma Denpasar, Perpustakaan Universitas Dwijendra Denpasar, Kantor Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali Propinsi Bali dan lain sebagainya. Di samping itu tidak sedikit juga lontar-lontar itu tersimpan di rumah perorangan yang diwarisi secara turun-temurun, sebagai perpustakaan pribadi. Isinya memuat berbagai hal yang terkait dengan Agama dan Kebudayaan Hindu di Bali. Sebelum sampai kepada lontar-lontar sumber ajaran filsafat Ketuhanan itu sendiri maka patut pula diketahui beberapa dari lontar-lontar tersebut, di antaranya sebagai berikut :
|
Artos Pupuh Pucung
BIBI ANU
(Wanita Dan Makna Ilmu Pengetahuan)
Dalam kehidupan kita sehari-hari dari masa
kanak-kanak hingga dewasa kita akan selalu
hidup dan bergaul sesama tetangga baik di
kampong sampai ke kota kita senantiasa
berhubungan dengan orang lain minimal dengan
keluarga, tetangga dekat atau dengan orang-
orang dekat seperti teman kerja dikantor atau
tempat kerja lainnya.
Didalam interaksi kita sehari hari itu terjadi
berbagai hubungan baik yang hanya sekedar
basa-basi sampai ke hal-hal yang lebih serius,
dari hanya sekedar bercanda sampai hal-hal
yang tanpa disadari mengandung adalah suatu
yang sangat penting dalam kehidupan ini.
Memang demikianlah karena kodrat manusia itu
adalah sebagai mahluk sosial memang dituntut
untuk bersosialisasi.
Namun yang akan penulis utarakan dalam
tulisan ini adalah hal-hal yang tidak kita sadari
bahwasannya didalam pergaulan kita mulai kita
kecil sampai dewasa dan akhirnya tua banyak
hal-hal yang kelihatannya sepele tetapi
sebenarnya mengandung nilai-nilai yang tinggi
dan tidak kalah dengan filosifis-filosifis yang
terkenal itu.
Mari kita ingat-ingat masa kita kecil permainan
apa yang sering kita lakukan dan itu juga adalah
permainan yang juga dilakukan oleh orang tua
kita dulu saat mereka dimasa kecilnya. Dari
mana sebenarnya mereka dapatkan permainan
itu tentunya dari orang-orang tua mereka,
pertanyaan kita mengapa permainan yang
sederhana seperti itu dapat bertahan sampai
keanak cucu?.
Hal seperti itu dimungkinkan hanya karena
permainan itu mengandung hal-hal yang berguna
tentunya, demikian juga nyanyian-nyanyian yang
biasa kita nyanyikan waktu kita kecil
kelihatannya tidak ada maknanya dan
syairnyapun kadang tidak mempunyai arti, tapi
kenapa hal itu bias bertahan sampai saat ini.
Sebagai contoh mari kita simak sebuah nyanyian
yang biasa kita nyanyikan saat kita kecil dulu
yaitu Pupuh Pucung yang kalau tidak salah
syairnya sebagai berikut :
“ Bibi anu
lamun payu luwas mandus
Antenge tekekang, yatnain ngaba masui
Tiyuk puntul bawang anggen pasikepan ”
Arti harafiahnya kira-kira sebagai berikut “Bibi
anu (namanya tidak diketahui) kalau jadi pergi
mandi, kencangkanlah ikat pinggangnya, berhati-
hatilah membawa Masui (semacam umbi yang
dipergunakan unuk kelengkapan banten atau
untuk parem / bobok bayi) , Pisau tumpul
Brambang untuk pegangan (Jawa gaman). Bila
kita perhatikan maka syair tersebut tidak
mempunyai makna bahkan tidak mempunyai
arti/tidak nyambung.
Tapi mari kita perhatikan lebih seksama apa
sebenarnya yang dikandung dalam nyanyian
tersebut dan apa kira-kira tujuan/pesan yang
ingin disampaikan oleh pengarang didalam
nyanyian tersebut.
‘Bibi’ adalah saudara perempuan dari
bapak
ataupun ibu, dan kata “Bibi” mengandung sifat
feminim yaitu seorang perempuan/Ibu, seorang
perempuan/ibu adalah merupakan sumber dari
keberadaan kita didunia ini, tanpa seorang ibu
maka kita tak mungkin ada. Maka bagi kita yang
menganut adat ketimuran meletakkan seorang
perempuan sebagai segala-galanya, dan yang
patut mendapatkan penghormatan yang pertama
setelah Hyang Widhi dan para Dewa, jadi betapa
mulianya martabat seorang perempuan dimata
kita dan merupakan sosok yang selalu kita cari
atau yang selalu kita inginkan selalu berada
dekat dengan kita (kalau tidak percaya suruh
istri anda pergi seminggu saja pasti rumah anda
akan kacau dan saya yakin pasti seperti perahu
pecah). Demikian hebatnya pesona seorang
perempuan/Ibu. Sebenarnya kita tidak perlu
mempermasalahkan Gender karena secara apriori
kita telah menempatkan perempuan/Ibu pada
tempat yang paling mulia, dan betapa kita
semua menjaga perempuan/ibu itu dengan
segala galanya bila perlu nyawa taruhannya,
dapat dilihat betapa seorang remaja yang
sedang berjalan dengan kekasihnya (perempuan/
cewek) boro-boro ceweknya disenggol orang lain
baru dilirik aja kadang udah marah.
Demikian hormatnya kita sama perempuan/Ibu
sehingga kita melindunginya dengan taruhan
nyawa sekalipun itu karena seorang perempuan/
Ibu adalah sumber segalanya bagi kita, makanya
seoarang perempuan/Ibu harus mampu
mempertahankan kesucian dan kehormatannya
dan mampu memberikan kenyamanan di dalam
rumah tangga Perempuan Yang Utama dan
jangan Jadi sampah masyarakat). Jadi
Perempuan / Ibu itu adalah sebagai sumber atau
cikal bakal keberadaan di dunia ini.
“Anu” artinya sesuatu yang tidak
diketahui atau
sesuatu yang tanpa nama, apa yang tidak
diketahui dan apa yang tidak punya nama itu
tidak lain adalah “Ilmu
Pengetahuan”
Karena tidak diketahulah maka kita
mempelajarinya yang tidak akan pernah habis
walaupun dipelajari oleh semua mahluk di dunia
ini dari lahir sampai matinya, tidak mempunyai
nama maka kita memberikannya nama ada IPA,
IPS, Matematika dan sebagainya, namun nama
itupun tidak akan mampu mencangkup seluruh
ilmu itu karena banyak yang belum bisa kita
berikan namanya. Begitulah luasnya yang
namanya “Ilmu
Pengetahuan” iti, maka rugilah
kita menyia-nyiakan waktu belajar kita untuk
hal-hal yang tidak penting, pesan utama dari
kata anu itu adalah tuntutlah ilmu sebanyak-
banyaknya.
Jadi “Bibi Anu” mengandung makna sebagai
sumber pengetahuan
“Lamun payu
luwas mandus” Lamun artinya
jaikalau, payu artinya jadi atau ingin, luwas
artinya pergi atau ketempat lain dan mandus
berasal dari kata me + andus yang artinya
mengeluarkan asap atau menyebar. Makna dari
kalimat “Lamun payu
luwas mandus” adalah
bila kita mempunyai keinginan agar dikenal atau
menyebar atau diketahui oleh orang diluar kita
maka kita harus senantiasa belajar dan
mengejar ilmu itu, apapun bentuknya,apapun
namanya, 0leh karena ilmulah orang akan
dihormati dan dikenal oleh orang lain.
Pesan utamanya kepada generasi muda adalah
kejarlah ilmu dan jangan pernah merasa bisa
atau sudah tahu karena banyak atau lebih
banyak hal-hal diluar kita yang tidak kita ketahui
dan jangan pernah merasa terlambat karena ilmu
itu tidak akan pernah habisnya.
“Antenge
tekekang” , anteng sendiri artinya bisa
sabuk bisa rajin dan tekekang artinya
kencangkan maka kata antenge tekekang artinya
pelihara dan pegang eratlah rajin itu atau
bersungguh-sungguhlah dalam mengejar ilmu
singkirkan dulu hal-hal yang tidak penting dan
kejarlah ilmu itu dengan segala usaha sekalipun
harus dengan mengencangkan ikat pinggang
sekalipun, maksudnya biaya/usaha yang lain
boleh tidak diperhatikan tapi biaya/usaha untuk
menuntut ilmu harus ada apapun caranya.
“Yatnain
ngaba masui” artinya hati hatilah
membawa masui itu secara harafiah sebenarnya
kata masui itu berasal dari “masuitra”
yang
artinya berteman. Jadi kita disuruh berhati-hati
didalam berteman atau bergaul karena tidak
semua teman mempunyai tujuan baik, maka
bergaullah dengan orang-orang yang kita rasa
orangnya baik. Karena tidak sedikit terutama
kaum muda yang salah pergaulan dan terjerumus
didalam permasalahan, oleh karena itulah kita
harus bias/pandai memilih dan memilah teman
kita.
“Tiyuk
puntul, Bawang anggen pasikepan”
Tiyuk artinya pisau yang dapat diibaratkan
pikiran manusia, sedangkan puntul berarti
tumpul/ketul. Kita ini adalah orang bodoh dan
betapa bodohnya kita sehingga kita terseret
persoalan demi persoalan dan alangkah
bodohnya kita karena kita merasa diri paling
baik, paling pintar, paling benar dan sebagainya,
keluarlah dan pandanglah dunia yang sangat
luas ini dan berkacalah pada air agar kita tidak
merasa sombong lagi dan hilangkanlah
kebodohan ini agar kita tahu siapa sebenarnya
diri kita ini. Alangkah bodohnya kita kalau kita
tidak memanfaatkan kesempatan untuk belajar
ini secara bersungguh-sungguh. Maka kata
orang bijak lebih baik terlambat dari pada tidak
(Cuma kalau bayar rekening telat pasti denda).
"Bawang anggen pasikepan” yang dimaksud
disini bukan bawang merah ataupun bawang
putih akan tetapi yang dimaksud adalah “Bawa”
atau “Kewibawaan” sedangkan pasikepan
artinya pegangan (jawa gaman). Kita boleh
dibilang minoritas, boleh dibilang kere, boleh
dibilang bodoh , dibilang pengecut dan
sebagainya akan tetapi kita harus punya yang
namanya “Kewibawaan” , untuk mendapatkan
kewibawaan tersebut kita harus rajin belajar dan
senantiasa sikap dan tingkah laku kita didasari
oleh yang namanya Dharma yaitu Agama kita
Hindu. Maka tanpa disuruhpun orang akan
menghormati kita.
Cerpen Bali
PELIH JURUSAN
Remrem
suryane kadi ngekoh masunar. Pasriok ujane buka tatangisan sane tan pegatang.
“Yen kali kenken kaden aine lakar endag buin?”. Patakone buka ngutang-ngutang
munyi dogen. Doh nyelusup ring angen, negak mapangsegang mabalih ujan. Makelo tan
mareren, minab lakar sabeh ngantos peteng. Sledat-sledet paningalane tan
ngidang nengil-nengil. Kenehe ngancan ngejoh-ngejohang, saget bengong suba di
arep kacane nyablar.
Tolih-tolih lawate padidi,
nginget-ngingetang dewek, buka merine nyiksikin bulu. Rasa makesieng deweke
tatkala inget dugase enu masekolah. Uling cenik, nyumunin uling TK, SD, SMP,
SMA ngantos kuliah. Rasa girang manahe tan kadi tatkala galahe nika. Kadiang
tan ja wenten sane lakar dadi kapiambeng malih yen lakar nguberin ipiane.
Uling masan
pis bolong empete. Kumpi, pekak lan dadonge konyang mabesen. Keto masi
guru-gurune sami, sane kadi anak tua padidi. Sami mesenin “cening-cening, ragane
sane kantun ngeranjing lan jeg gantung
ipiane tegeh-tegeh”. Dugase ento, saja ja anak gumine enu landuh, sami aluh.
Konyang enu ngidang ngajak manyama. Apa buin dugase tiang enu cenik. Konyang
anake ngidang saling tulung. Gumine jeg buka siki kaluarga, sami sagilik
sagulung sabayan taka. Dugase ento enu bani ngorahang yening 98% kramane utawi
jatmane kari nindihin dharma. Kari ngetohin sang sane patut. Ngudiang-ngudiang
doen jeg aluh dugase ento. Apa buin ngalih geginan, jeg tamatan SMP dogen bisa
ngidang dadi Guru. “Kenkenang men anak kuangan Guru je ipidanan, kikikikikik”.
I Juling ngerikik kedek.
Apa buin
anake di desa kene. Langah ane lakar nyak nyemak geginan lianan teken metani.
Ulian hasil tanine joh luihang teken geginane sane tiosan. Ene suba dadi
ceciren gumine kari gemuh. Sabatek ada di gumine konyang lemuh, tusing ada ane
kenyat.
Krodeg..,
Krodeg.., krodeg (suaran jelanan I Juling, minab wenten sang sane rawuh).
“Bro..!
ampakin jelane bro”. (I Muder nyeritin I Juling uling sisi).
“Adeng bos”.
I Juling sambilang ngampakang jelanane.
Makesiab Juling ningalin Muder
tatkala ngampakang jelanan. Cingakina I Muder mapangangge alus. Aken makemeja
misi dasi. Buina masepatu chiko selem melengis. Keto masi tas ane katengteng,
jeg aken sajan buka menejer gayane. Jeg top pokokne.
“Ais teka
uling dija busan ne bos?” Mai mulian malu. Padalem panganggone kedas kadi baju
baru.. hehehe”. Keto Juling nyapatin sane ajak ipun masekolah bareng uling
cerik ngantos tamat kuliah.
“Apa bos? cara
anak sing nawang kutun tanah dogen cai”. Muder nyautin sambilang ngalih tongos
negak di jumahne Juling.
“Ae…., ban
kene panganggone, kan sing cocok dadi kutun tanah biin, cocokne kan Bos, hehehe…”.
keto Juling sambilanga makedekan ngajak Muder.
“Aduh…, jeg
jelek ajan pajalane jani bro. Alen suba ujanan, misi sing lulus megae biin, inguh
ake Ling”. Keto Muder nuturang dewekne sane wau pisan rawuh saking mawawancara
(interview) saking sinunggil perusahaan sane nampek ring umahnyane.
“Tong mara
teka uling pasiatan busane ne, keto…?’. Men di bagian apa ladne alih cai
ditu?”. Keto Juling nyautin Muder.
“Bagian
administrasi Ling”.
Bengong
sambil makeneh I Juling ningehang sawut timpalne. Bih…, ene suba jeg dahat
keweh sajan ngalih gaginan buka janine. Diapin tamat uling kuliah utawi seken
dueg tur maprestasi ring sekolahan, tusing karuan masi maan gae disubane tamat.
Jani asal suba ada bolong, jeg majurag nyeburin, diapin tusing adung ngajak
jurusan sane jemak di sekolahan. Pang maan gen tis, apin tusing ja ento tatujone
masekolah, jeg loboke dogen. Kewala anak dija-dija langite tegeh, keto masi
dija-dija uyahe patuh pakeh. Apa dogen alih gaene jani anak patuh-patuh keweh.
Keto Juling ngamimik di atinyane.
“Woe…,
ngudiang bengong..?”. Muder saha nepak tundune Juling.
“Aah sing ada
apa, Bos. Eh, yen pineh-pinehin, iraga jeg seken suba salah jurusan”.
Juling lan
Muder kocap dumun masekolah sareng ngarereh kaguruan. Risampun tamat masekolah,
ipun sareng kalih sampun polih ngenahang surat lamaran ring makuehin sekolah,
sakewala anang siki tan wenten sane kagugu. Diapin ipun dueg-dueg, nanging
yening nenten wenten sane ngarunguang, sakadi mangkine, jeg tan sampun sida
lakar molihang pakaryan. Mula seken-seken krodit rumasayang sisteme sane
mangkin.
“Nasib…, nasib…,
apa ene mula tulis gidate ja, ooow?”.
“Aah..,
santai dogen. Eda ento bas sanget pikira. Nyanan maimbuh pelutan lengar caine
nyen, hahahahaha…”. Keto Muder nyautin I Juling sane mapangenan dewek.
Ngancan
metengang suba, minab I Muder lakar nginep di jumahne Juling. Grapak-grapuk
ipun itep ngorto sambilanga macanda nglipur lara ipun ring tengahin kenyat,
sengit taler kewehnyane pajalan idupe mangkin. Diapin sasai ipun
ngutang-ngutang tindakan, kewala ipun tusing ja lakar makirig. Jalan terus,
sapanuwuh nu ngidang nyingakin matanai.
(Puput)
Nilai-nilai sane wenten
ring sajeroning cerpen “Pelih Jurusan”
1.
Nilai agama (iraga dados jatma sumangdennya satata
malaksana sane becik sareng samian jatma sane lianan, mangda satata asah, asih,
lan asuh)
2.
Nilai pendidikan (iraga dados sisia mangda satata
mapikenoh becik ring sajeroning ngrereh jurusan ring sekolah, sumangdennya tan
wenten rasa nyesel ring dewek, tur sane paling penting mangda satata seleg
malajah)
3.
Nilai sosial (iraga dados jatma mangda satata adung
matimpal lan manyama, krana risampun adung matimpal utawi manyama sinah pacang
nemu rahayu)
4.
Nilai ekonomi (iraga dados jatma ring sajeroning tamat
masekolah utawi kuliah mangda prasida ngrereh gae, sumangdennya wenten bekel
ring sajeroning iraga sampun tua lan dados jatma sane mandiri)
Langganan:
Komentar (Atom)



